Hari-hari suci Agama Hindu di Indonesia
A. Pendahuluan
Tiap–tiap
golongan manusia yang ada di dunia ini, baik sebagai warga dari suatu
negara atau bangsa, maupun sebagai penganut dari suatu agama.
Masing-masing mempunyai hari raya tertentu yang dianggap suci (kramat)
dan mulia, yang tidak dilewatkan begitu saja tanpa disertai dengan suatu
upacara perayaan (peringatan), meskipun hanya secara sederhana saja.
Hari-hari
suci bagi umat Hindu, ialah suatu hari yang dipandang suci, karena pada
hari-hari itu umat hindu wajib melakukan pemujaan terhadap Hyang Widhi
Wasa (Tuhan yang Maha kuasa) beserta segala manifestasi Nya. Hari- hari
suci pada hakekatnya merupakan hari-hari peyogaan Hyang Widhi dengan
segala manifestasi-Nya. Oleh karena itu pada hari-hari tersebut
merupakan hari-hari yang baik untuk melakukan Yadnya.
Yadnya
ini dilakukan oleh umat manusia. Sebagai penghormatan dan pemujaan
terhadap hyang Widhi (Tuhan Maha Pecipta), atas segala cinta kasih-Nya
yang tidak terbatas yang telah dilimpahkan-Nya dan atas sinar suci atau
rahmat-Nya kepada semua kehidupan di dunia ini.
B. Hari Nyepi (Tahun baru)
Hari Nyepi[1]
diperingati sebagai tahun baru Caka, yang jatuh sehari sesudah X
(Kesada). Adapun Rangkaian Hari Nyepi (Tahun Baru Caka) ini, adalah
sebagai berikut:
1.
Melis/Mekiis/Melasti, yang jatuh pada trayodasa krenapaksa sasih IX
(Kesanga) atau pada pengelong 13 sasih Kesanga adalah Hari yang baik
untuk mengkiyis atau melis ini, juga dimaksudkan untuk mengadakan
pembersihan atau penyucian segala sarana dan prasarana perangkat
alat-alat yang dipergunakan untuk persembahyangan. Melis ini biasa
dilakukan dilaut atau pada sumber air yang lain sesuai dengan desa, kala
dan patra umat masing-masing dengan tujuan memohon tirtha amertha (air
kehidupan) dan tirtha pembersihan kehadapan Hyang Widhi Wasa (Tuhan Maha
Kuasa).
2.
Upacara Bhuta Yadnya (Tawur atau meracu), jatuhnya pada Tilem sasih
kesanga. Hari ini disebut juga pengerupukan yang bertujuan untuk
menghilangkan unsur-unsur kejahatan yang merusak kesejahteraan umat
manusia. Di saat umat hindu bersiap untuk melepaskan tahun lama dengan
mengadakan pecaruan agar segera kekuatan yang negatif tidak mengikuti
manusia melangkah ketahun yang baru. Di samping itu adalah untuk
menormalisir unsur-unsur panca Mahabhuta, yaitu lima unsur yang menjadi
alam semesta (makrokosmos) dan badan makhluk hidup (mikrokosmos).
3.
Sipeng (Hari Nyepi), yang disebut juga sebagai tahun Baru Caka pada
hari ini umat melakukan tapa, bratha, yoga, samadhi, satu hari penuh (24
jam), untuk mengekang hawa nafsu, tidak makan dan tidak minum.
Pemadaman nafsu-nafsu ini diperagakann dengan tidak menyalakan apai
(amati geni) tidak bekerja (amati karya), tidak berpergian (amati
lelangun). Jelasnya pada sipeng ini kita menyucikan diri dan memusatkan
pikiran dengan mengendalikan segala nafsu, berpuasa, bertapa samadhi
menciptakan ketenangan dan kedamaian sehingga pikiran bisa bergerak
menjelajahi atau meneliti kembali segala perbuatan yang telah diperbuat
di masa lalu dan memupuk perbuatan yang baik serta melebur yang tidak
baik. dengan hikmah Nyepi (Tahun Baru Caka) kita peringatkan agar
berbuat dengan “ Sepi Ing Pamrih”.
4.
Ngembak Api (Gni), yang jatuh sehari setelah Nyepi. Hari ini memulainya
aktivitas kita dengan panjatan doa, mohon semoga Hyang Widhi
menganugrahi kita jalan yang terang, terlepas dari mkegelapan masa silam
dan dengan jiwa terang memasuki Tahun Baru. Saat ini pulalah kita
hendaknya salaing maaf memaafkan antara sesama manusia sebagi makhluk
Tuhan.
C. Hari Ciwaratri
Ciwaratri
berarti malam renungan suci atau malam pelaburan dosa. Hari Ciwaratri
jatuh pada Purwanining Tilem Ke VII (kepitu), yaitu sehari sebelum bulan
mati sekitar bulan januari.[2]
Pada hari ini kia melakukan Puasa dan Yoga samadhi dengan maksud untuk
memperoleh pengampunan hari Hyang widhi atas dosa yang diakibatkan oleh
awidnya (kegelapan).
Hari
ciwaratri kadang kala disebut juga hari pejagaran. Karena pada hari ini
Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa). Yang bermanifestasikan sebagai Ciwa
dalam fungsinya sebagai pelebur, melakukan Yoga Yoga semalam suntuk,
karena Itu pada hari Ini kita memohon kehadapan- Nya agar segala dosa
–dosa kita dapat dilebur.
Pada
malam Ciwaratri ini. Setiap orang mendapat kesempatan untuk melebur
perbuatan buruknya (dosanya) dengan jalan melaksanakan brata Ciwaratri.
Hal ini disebutkan dalam kitab Padma Purama. Bahwa sesungguhnya malam
Ciwaratri itu adalah malam peleburan dosa, yaitu peleburan atas
dosa-dosa yang dilakukan oleh seseorang didalam hidupnya.
D. Hari Galungan
Galunagan
adalah pemujaan kepada Hyanng Widhi yang dilakukan dengan penuh
kesucian dan ketulusan hati. Memohon kesejahteraan dan keselamatan hidup
serta agara dijauhkan dari awidya. Hari raya galungan adalah hari
pawedalam jagat.[3]
Yaitu pemujaan bahwa telah terciptnya jagat dengan segala isinya oleh
Hyang Widhi. Hari ini muncul setiap 210 hari sekali. Yaitu pada hari
rabu kliwon Wuku Dungulan.[4]
Galungan
merupakan perlambang perjuangan antara yang benar (dharma) nmelawan
tidak benar (adharma) dan juga sebagi pernyataan rasa terimakasih atas
kemakmuran dalam alam yang diciptkan Hyang Widhi ini.
Disamping
itu pula, perayaan galungan adalah untuk menyatakan terima kasih dan
rasa bahagia atas kemurahan Hyang Widhi yang dibayangkan telah sudi
turun dengan diiringi oleh para dewa dan para Pitara ke dunia.
Sehari
sebelum galungan, yaitu pada hari selasa Wage wuku Dungulan. Disebut
hari Hari Penampahan. Mulai saat penampahan ini segala bentuk nafsu
hendaknya dikendalikan dalam rangka menyambut hari raya Galungan
(Besoknya), karena pada hari Penampahan iini manusia berusaha digoda
oleh nafsu-nafsunya yang bersifat negatif, misalnya nafsu murka, iri
hati, sombong, congkak dan lain-lainnya, yang dilambangkan dengan Sang
kala Tiga. Apabila manusia pada saat itu kurang waspada dan tidak dapat
mengendalikan dirinya sendiri, maka ia akan dikuasai adanya dorongan
nafsu marah, sering terjadi pertengkaran-pertengkaran .perselisihan dan
lain sebagainya.
E. Hari kuningan
Kuningan
jatuh setiap Sabtu Kliwon Wuku Kuningan 210 hari sekali yakni sepuluh
hari setelah Galungan. Hari Kuningan adalah hari payogaan Hyang Widhi
yang turun kedunia dengan diiringi oleh para Dewa dan Pitara pitari
melimpahkan Karunia-Nya kepada umat manusia. Karena itu pada hari
Kuningan kita hendaknya mengahturkan bakti memohon kesentosaan,
keselamatan, perlindungan dan tuntunan lahir bathin.
Pada
hari kuningan ini, sajen (banten) yang dihaturkan harus dilengkapi
dengan nasi yanng berwarna kuning. Tujuannya adalah sebagai tanda terima
kasih atas kesejahteraan dan kemakmuran yang dilimpahkan oleh Hyang
Widhi Wasa. Pada hari ini kita membuat tamiang, endongan dan kolem yang
dipasang pada Padmasana. Sanggah (Merajan) dan Penjor. Tamiang ini
adalah simbol alat penangkis dari serangan, endongan adalah simbul
tempat makanan karena itu endongan berisi buah-buahan, tebu, tumpeng
serta lauk pauknya, dan kolem merupakan simbul tempat istirahat atau
tidur. Upacara persembanhyangan hari kuningan harus sudah selesai
sebelum tengah hari.
F. Hari Purnama dan Tilem
Purnama
dan Tilem, Juga merupakan hari suci bagi umat Hindu, yang harus
disucikan dan dirayakan untuk memohon berkah, rahkmat dan Karunia dari
Hyang Widhi.
Pada
hari Purnama adalah payogaan Sanghyang Candra dan pada hari raya Tilem
adalah Payogaan Sanghyang Surya. Kedua-duanya sebagai kekuatan dan sinar
suci Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Kuasa) dalam manifestasinya berfungsi
sebagai pelebur segala mala (kekotoran) yang ada di dunia.
Bila
pada hari Purnama atau Tilem umat manusia menghaturkan upakara yadnya
dan persembahyangan kehadapan hyang Widhi, dari nilai satu aturan
(bhakti) yang dipersembahkan itu akan mendapat imbalan anugrah bernilai
sepuluh dari hyang Widhi.
Demikianlah
hari Purnama dan Tilem itu yang merupakan hari Suci yang harus
dirayakan oleh umat Hindu untuk memohon anugrah dan rakhmat serta
keselamatan dan kesucian lahir bathin. Pada hari Purnama dan Tilem
hendaknya mengadakan upacara-upacara persembahyanngan dengan
rangkaiannya berupa upakara yadnya sebagai salah satu aspek dari pada
pengalaman ajaran agama.
Hari
Purnama jatuh setiap bulan penuh (sukla paksa), sedangkan Tilem jatuh
setiap bulan mati (krsna paksa). Baik purnama maupun Tilem datengnya
setiap 30 atau 29 hari sekali.
Pada
hari Purnama dan Tilem ini kitahendaknya mengadakan pembersihan secara
lahir batin, karena itu, disampping bersembahyang mengadakan puja bhakti
kehadapan Hyang Widhi untuk memohon anugrah-Nya, juga kita hendaknya
mengadakan pembersihan dengan air (mandi yang bersih). Menurut pandangan
Hindu bahwa air merupakan sarana pembersihan yang amat penting didalam
kehidupan manusia. Disamping itu pula air merupakan sarana pembersih,
juga sebagai pelebur kotoran.
G. Hari Saraswati
Hari
Saraswati, adalah hari raya untuk memuja hyang Widhi dalam
menifestasinya dan kekuatannya menciptakan ilmu pengetahuan dan ilmu
kesucian. Hari Raya Saraswati merupakan piodalan Sang hyang Aji
Saraswati atau turunya Weda yang dirayakan setiap hari sabtu Umanis Wuku
Watugunung, yang jatuhnya setiap 210 hari sekali. Kekuatan Hyang Widhi
dalam Manifestasin-Nya menurunkan Ilmu pengetahuan dilambangkan dengan
seorang “Dewi”. Dewi Saraswati merupakan Dewi ilmu pengetahuan Suci,
karena itu bagi para arif bijaksana, pelajar dan kaum cendikiawan,
saraswati ini merupakan hari penting untuk memuja kebesaran hyang Widhi
atas segala Ilmu pengetahuan suci yang telah dianugrahkan itu.
Dewi
Saraswati merupakan sakti Brahma (manifestasi Hyang Widhi dalam hal
mencipta), yang mempunyai kekuatan yang luar biasa dalam bidang ilmu
pengetahuan. Dari ilmu pengetahuan inilah timbul ciptaan-ciptaan baru
yang ada didunia, tanpa ilmu pengetahuan manusia tidak mungkin dapat
menciptkan yang baru.
Bab II
Hari-hari suci Agama Hindu Di India
A. Chaitra Purnima
Hari suci ini jatuh pada purnama Bulan Chaitra (ke 9) di bali bersamaan dengan Purnama kadasa (WAISAKA
), sekitar Maret-April. Pada hari ini umat melakukan pemujaan terhadap
Dewa Yama. Umat biasanya mengaturkan sesaji berupa nasi lengkap dengan
bumbunya. Setelah persembahan. Umat biasanya makan bersama (prasadam).
Hari raya ini sebenarnya jatuh pada purnama dibulan pertama, menurut
kalender Hindu.[5]
Sebab Umat Hindu memandang Bulan Chaitra sebagai awal tahun baru
sehingga perayaan ini bisa jadi sekaligus merupakan perayaan tahun baru
Saka.
B. Durgapuja
Hari suci ini di rayakan pada suklapaksa (penanggal) sampai 10 pada bulan Asuji, sekitar September- oktober. Pada sistem kalender bali, ini bertepatan dengan bulan kartika (sasih kapat). Hari durgapuji ini juga diperingati setelah Rahmawavani yang jatuh pada suklapaksa kesembilan.
Pada
hari ini, umat pertama-tama melakukan pemujaan di rumahan
masing-masing. Pada hari ini, umat juga memuja Siva Ganesha dan
dewa-dewa lainya. Pada perayaan ini, umat biasanya menggarak patung dewi
Durga berlengan delapan lengkap dengan senjatanya. Umat biasanya
melakukan bhajan.[6]
Semalam suntuk untuk memuja durga. Mereka biasanya menggunakan
tempat-tempat umum, seperti di dekat pasar dan sejenisnya. Pada puncak
acara, umat biasanya juga melakukan mandi suci ke sungai-sungai suci.
C. Dipavali
Hari suci ini biasanya di peringati pada Krsnapaksa ke 14 (pangelong ping 14) bulan kartika. Pada
sistem kalender di Bali bertepatan dengan sasih kalima. Hari suci ini
dilaksanakan untuk memperingati kembalinya Sri Rama ke Ayodhya.[7] Sehingga umat menyambut beliau dengan menyalahkan Dipa, sejenis lilin-lilin kecil.
D. Gayatri Japa
Hari suci ini untuk memperingati turunya Mantram Gayatri.[8]
Mantram ini adalah ibu daripada semua Mantram dalam Weda. Hari suci ini
sangat dikramatkan umat Hindu. Hari suci ini jatuh pada Purnama
Srawana, sekitar Juli-Agustus. Hari suci Ini bertepatan dengan purnama
Karo (Bhadrapada) menurut sistem kelender umat Hindu di Bali.
E. Guru Purnima
Hari suci ini juga disebut Vyasa Jayanti, atau hari kelahiran Maharsi Vyasa. Hari suci ini jatuh padaPurnama Asadha, sekitar
Juni-Juli. Menurut perhitungan kalender hindu dibali, ini bertepatan
dengan purnama kasa (Srawana). Hari ini sangat penting bagi para Sannyasin. Pada hari ini, mereka akan berhenti mengembara. Mereka akan tinggal diasram-asram untuk mendiskusikan Brahmasutra dan bermeditasi.
Bab III
Tempat tempat Suci Agama Hindu
A. Istilah-istilah Tempat Suci
Tempat suci bagi umat Hindu, dapat disebut dengan bermacam-macam istilah, seperti:
1. Pura
Istilah
pura berasal dan kata “pur”. Yang artinya kota, benteng atau kota yang
berbenteng. Pura berarti suatu tempat yang khusus dipakai untuk dunia
kesucian dengan dikelilingi oleh tembok. Hampir semua pura (tempat Suci)
dikelilingi atau dibentengi dengan tembok atau pagar untuk memisahkan
dengan dunia sekitarnya yang dianggap tidak suci.
2. Candi
Candi artinya Ciwa.[9]
Bentuk pokoknya adalah segi tiga yaitu lambang purusa, sebagai
wisesanya Hyang Widhi untuk mencipta atau mengadakan. Lambang ini adalah
lamabang Ciwa sebagai paksa agama Hindu. Jadi bukan bagian dari Tri
Murti atau Tri Sakti. Candicandi ini banyak terdapat di India dan di
Jawa, sedangkan Candi yang terdapat di gunung Kawi (Tampak Siring Bali)
bukanlah lambang Ciwa, melainkan adalah terdapat penyungsungan seorang
Raja yang di makamkan disana dengan permaisurinya.
3. Kahyangan atau Parhyangan
Kahyangan atau Parhyangan. Berasal
dari kata “Hyang”. Biasanya dihubungkan dengan sang dang, merupakan
kata sandang yang di tempatkan didepan sesuatu yang dimuliakan,
dihormati, misalnya sang Hyang Widhi, Sang Hyang Dharma, Dang Hyang
Drona, hyang Guru, dang Hyang Niratha dan lain sebagainya. Jadi “Hyang”.
Yang berarti sesuatu yang muliakan, disucikan, dijunjung, di hormati.
Kata Hyang ini kemudian mendapat awalan “Ka” dan akhiran “An”
(ka+hyang+an) sehingga menjadi kata Khyangan yang berarti tempat,
kedudukan linggih, sthana. Demikian pula kata parhyangan”. Yang artinya
tempat kedudukan suci yang di sucikan. Selanjutnya yang di maksud dengan
kahyangan atau parhayangan disini, bukan saja bangunan yang berfungsi
sebagai sthana, linngih atau temapt kesucian itu, tetapi juga seluruh
komplek dengan halaman dari tempat suci.
4. Istilah istilah lainnya
Istilah
istilah lain adalah Pengayatan, Pengawangan, Pengubengan, Pengayengan,
Dewagrha-Mandira, Persimpangan dan lain-lainnya. Ditempat ini hyang
Widhi beserta manifestasinNya disthanakan dan di puja pada waktu
tertentu apabila diperlukan. Misalnya pada hari raya agama Hindu.
Pengahayatan, Penyawangan, pengubengan dan sejenisnya ini merupakan
linggih atau sthana Hyang Widhi yang bersifat sementara, yakni sebagai
persimpanagan saja. Melalui tempat-tempat suci ini kita memusatkan
pikiran dan memohon kehadapan Hyang Widhi beserta manifestasiNya agar
berkenan bersthana pada tempat yang telah tersedia, serta mengabulkan
doa yang kita panjatkan kehadapan- Nya.
B. Fungsi tempat Suci
Tempat
suci mempunyai funsi yang amat penting bagi Umat Hindu funsi yang
hampir meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat Hindu.[10]
Sebagaimana disebutkan dalam sastra agama, maka fungsi tempat (Pura) itu adalah sebagai berikut:
1.
Pura adalah temapt beribadat, tempat manusia mendekatkan dirinya kepada
Hyang Widhi, tempat memohon dan bersujud kehadapan Tuhan yang Maha
Pecipta. DiPuralah tempat manusia mempersatukan dirinya kepada Tuhannya.
2.
Pura juga merupakan tempat memperlai mengikrarkan sumpahnya atas
pesaksian Sang Hyang Widhi untuk memasuki hidup baru, mereka berjanji
tetap setia sehidup semati bersama dalam suka maupun duka untuk membawa
rumah tangga yang berbahagia sesuia dengan tuntunan agama
3. Temapt
untuk memuja roh-roh suci yang dipandang suci baik roh suci leluhur,
roh para Rsi maupun raja-raja yang dianggap telah menjadi Dewa-dewi.
C. Jenis-jenis Tempat Suci
Jenis-jenis tempat suci berdasarkan atas karakternya. Dapat dibagi menjadi 4 empat bagian besar yaitu.
1. Pura keluarga
Pura
keluarga ini juga disebut Sanggah, pura Dadya, Pura Kawitan Pura
Pedharman, Paibon, Panti dan lain sebagainya kelompok pura ini didukung
oleh segolongan orang-orang yang mempunyai hubungan darah (genealogic).
Oleh karena itu Pura –Pura iini ada dilingkunagan rumah tangga. Jika
pendukungnya ada didalam lingkup yang lebih kecil disebut dengan Sanggah
atau pamerajan, dan apabila keluarga bersangkutan telah bertambah besar
dan meluas, maka didirikanlah pamerajan atau sejenisnya.
2. Pura Desa
Pura
Desa ini disebut pula pura kahyangan Tiga atau Kahyangan Desa, yaitu
Pura temapt memuja Hyang widhi dalam manifestasinya sebagai Tri Wisesa
dan Tri Murti. Pura ini terdiri dari Pura Desa (Balai Agung) ialah
tempat pemujaan Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) dalam manifestasi-Nya
sebagai Brahma yaitu Pecipta, Pura Puseh atau Pura segera ialah tempat
pemujaan Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai Wisnu yaitu
pemelihara.[11]
3.
Pura Kahyangan jagat ini juga disebut dengan pura umum, artinya adalah
suatu Pura yang didukung dan disungsung oleh Umat Hindu yang ada di
seluruh Indonesia pada Khususnya dan seluruh Umat Hindu umumnya. Di
Indonnesia, Pura yang paling besar yang tergolong Kahyangan jagat ini
adalah Pura Besakih. Dalam perkembangan selanjutnya banyak lagi pura
atau Kahyangan yang dapat di katagorikan sebagai Kahyangan Jagat,
seperti misalnya Pura Mandara Giri Semeru Agung Senduro Lumajang Jawa
Timur dan lain-lainya.
4. Pura yang besifat Fungsional
Yang
dimaksud dengan Pura Fungsional di sini adalah dimana pemuja, pendukung
atau penyungsung dari Pura atau tempat suci tersebut mempunyai suatu
kepentingan yang sama dalam hal-hal tertentu. Tempat suci yang termasuk
golongan Fungsional ini adalah Pura Subak (Ulun suwi/Ulun Carik) dan
lain, sebagainya. Pura subak, mereka mempunyai kepentingan yang sama
terutama dalam mendapatkan air untuk sawah-sawah mereka.maka
bersama-sama lah mereka mendirikan Pura.
DAFTAR PUSTAKA
Warman I Nyoman Singgin dan Sutara I Gede. Hari Raya Hindu Bali-India. Surabaya: Paramita. 2003.
Oka Netra Anak Agung Gde. Tuntunan Dasar Agama Hindu. Denpasar: Widya Dharma. 2009.
Suarka I Nyoman. Ketuhanan Bali; Kajian Analisis dan Era Baru Empu Kunturan. Surabaya: Paramita. 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar