Selasa, 24 Juni 2014

UPACARA KELAHIRAN SAMPAI PERKAWINAN DALAM AGAMA HINDU

Upacara Kelahiran Sampai Perkawinan dalam Agama Hindu

Oleh :
Suartinih dan Shalhing

Pendahuluan      
Dalam agama Hindu banyak terdapat praktek-praktek upacara dalam kegiatan yang menyangkut kegiatan keseharian serta kerohanian yang mereka jalani dalan kesehariannya.Seperti  bagaima menusia yang masih dalam benih sang ibu,saat ia dilahirkan sampai menuju jenjang perkawinan.
Upacara bayi dalam kandungan
Dalam agama hindu,ritual atau upacara yang dilakukan ketika bayi masih dalam kandungan disebut Magedog-gendongan.Upacara ini dilakukuan setelah kandungan berusia di bawah lima bulan.Upacara ini bertujuan untuk membersihkan dan memohon keselamatan jiwa si bayi agar kelak menjadi orang yang berguna untuk dalam masyarakat nanti.
Tata cara upacara magedog-gendongan:
Dilakukan di dalam pemandian di dalam rumah,ibu yang sedang mengandung disucikan,di tempat suci itu disertakan pula alat upacara berupa benang hitam satu ikat yang kedua ujungnya diikatkan pada cabang kayu dadap,bambu runcing,air berisikn ikan yang masih hidup,ceraken dibungkus dengan kain lalu cabang kayu dadap yang terikat dengan kayu dadap ditancapkan pada pintu gerbang.Ceraken yang berisi air dan ikan dijinjing oleh sang ibu,sang suami memegang dengan tangan kiri,sedangkan tangan kanan suami memegang bamboo,air suci dipercikan pada sesajian yang telah disediakan,.setelah itu suami istri bersembahyang memohon keselamatan agar bayi yang di dalam kandungan  selamat sampai lahirnya nanti tanpa hambatan,upacara ini disertakan pula mantra-mantra sepertidi Bali digunakan mantra Matrpuja Nadisraddhadan dan Prapajapalopuja yang samata-mata dilakukan untuk keselamatan ibu.[1]
Kelahiran bayi 
Upacara Jatakarma yaitu upacara kelahiran bayi yang dilaksanakan ketika  sebelum tali pusar bayi itu terputus,jika tali pusar si bayi sudah terlanjur lepas,harus dibuatkannya suatu upakara yang bertujuan untuk membersihkan secara spiritual tempat-tempat suci dan bangunan-bangunan yang ada disekitarnya. 
 Tata cara upacara Jatakarma                     
Pusar si bayi dibungkus dalam secarik kain lalu dimasukkan ke dalam sebuah kulit  ketupat kecil,disertai dengan sejenis rempah-rempah yang khasiatnya menghangatkan,seperti cengkeh.Lalu ketupat kecil ini digantung menghadap arah kaki tempat tidur si bayi 
.Terdapat tiga macam tujuan dari upacara ini,yaitu
  • Medha Jhana,yaitu diadakan upacara ini untuk menumbuhkan intelektual atau kepintaran anak.Pada saat upacar berlangsung,sang ayah memberikan satu sendok kecil madu atau minyak dari susu kepada bayinya,di telinga bayi itu  sang ayah mengucapkan mantra Gayatri.Tujuan dari semua ini adalah agar bayi tumbuh cerdas ,rupa yang bagus,dan kesehatan yang baik karena unsure madu dan minyak susu itu merupakan sumber kecerdasan,wajah dan kesehatan.
  • Ayusya,yaitu upacara yang bertujukan adanya umur panjang bagi si bayi tersebut.Pada telinga kanannya,sang ayah mengucapkan mantra yang berbunyi :”Api adalah berumur panjang,melalui dewa api memohon kepada tuhan agar anak itu diberikan umur panjang,air adalah berumur panjang,melalui dewa air memohon kepada tuhan agar anak itu diberikan umur panjang,laut adalah umur panjang…..”dan seterusnya.
  • Kekuatan  juga dimohonkan untuk pengucapan mantra-mantra kehadapan tuhan,antara lain: Anggad anggad sambhaswasi hrdayadaadhhijase,atma wai putranawabhasi sajiwa saradah satam.Artinya :jadikanlah sekuat batu,jadikanlah sekuat baja,jadikanlah sekuat emas anak kami ya Tuhan,semoga menganugrahi kehidupan seratus tahun.[2]
Perbedaan-perbedaan 
Terdapat beberapa perbedaan dalam upacara Jatakarma dalam umat Hindu di India dan umat Hindu di Indonesia.Jika di India sehari sebelum melahirkan,sang ibu dianjurkan memasuki kamar yang telah disediakan khusus untuk proses kelahiaran,yang telah pula diberikan doa-doa untuk mengusir kekuatan negative serta penjagaan terhadap kekuatan negatife yang akan masuk.Pada saat proses kelahiran,sang ibu berbaring,lalu semua pintu kamar dibuka tetapi pintu rumah luar ditutup,konon cara seperti ini juga digunakan di Jerman ketika proses kelahiran berlangsung.Pada saat itu pula diucapkan doa-doa untuk melindungi ibu dan bayinya dari gangguan-gangguan negative.Pada tradisi umat Hindu di Hindia,tidak adanya doa ataupun upacara mengenai ari-ari. 
Lain pula halnya di Indonesia,dalam kepercayaan umat Hindu di Indonesia,beranggapan bahwa mulai saat setelah lahir,pada saat itu juga bayi itu diasuh oleh Sang Hyang Kumara ,dan untuk itu pula dibuatkan  sebuah tempat bayi itu tidur yang disebut pelangkir Kumara.Sang Hyang Kumara ini ditugaskan oleh Bhatara Siswa menjadi pengasuh serta pelindung anank-anak yang seketika itu giginya belum tanggal.Sesajen untuk Kumara ini berisi nasi putih dan nasi kuning  yang berisikan telur dadar,sepotong kecil pisang mas,geti-geti,gula jawa(gula bali yang direbus),serta minyak wangi dan bunga-bungaan yang harum,terutama yang berwarna putih dan kuning.Dalam kepercayaan umat Hindu,Kumara adalah seorang dewa yamg tidak mau mempunyai keturunan sehinnga tetap sebagai teap menjadi anak-anak,tetap suci dan lugu,Jika seorang bayi tertawa kecil sendiri,tiu daanggap sedang bermain-main dengan penjaganya yaitu Kumara.Tentang masalah ari-ari di Indonesia,hal ini termasuk masalah penting dalam penanganannya.
Upacara setelah kelahiran bayi  
Upacara Bajong Colong atau Ngerorasin adalah upacara pergantian nama terhadap Catur Sanak, dan mempersiapkan nama baru untuk sang anak  yang dilaksanakan ketika bayi berumur  12 hari.Tujuan dari upacara ini adalah untuk keselamatan bayi karena terpisah dangan catur sanak dan memperkuat kedudukan Atman atau roh sang bayi dengan sekaligus membersihkan badan halus bayi itu dari kotoran  yang dibawa dari rahim ibu.Umat Hindu Indonesia khususnya di Bali,pada saat upacara ini berlangsung dilakukan pula pemberian nama.Di India,pemberian nama disebut Namakarana.
Tata cara upacara  Bajong Colong 
Sejumlah lilin dinyalakan dan potongan lidi berisi kapas dibasahi oleh minyak yang dsulut api atau di Bali disebut dengan Linting.Jumlah Linting yang digunakan adalah jumlah sesuai” urip”kelahiran bayi tersebut.Pada setiap Linting digantungkan daun rontal atau kertas yang telah disiapkan nama-nama yang telah disiapkan oleh orangtuanya,hal demikian dilakukan pada zaman dahulu ,sekarang pemberian ataupun penambahan atau penggantian nama tidak lagi menggunakan ketentuan ini lagi,sekarang begitu bayi lahir telah disiapkan namanya. 
Upacara kambuhan 
Upacaran ini adalah upacara pembersihan orangtua dan bayinya terhadap lingkungan luarnya.upacara ini dilakukan ketika bayi beurmur 42 hari.Karena sebelum bayi berumur 42 hari,orang tua terutama ibu dianggap kotor sehinnga belum diperkenankan masuk ke tempat yang suci. 
Upacara Tigang Sasih 
Upacara ini diadakan ketika bayi berumur  tiga bulan,di India upacara ini disebut Niskarmana,yang berarti dalam bahasa inggris adalah first ounting yaitu membawa bayi keluar untuk pertama kalinya.Di Indonesia,upacara ini dilaksanakan ketika bayi berumur 105 hari,perhitungan ini terjadi dikarenakan terhitung satu bulan berumur 35 hari.
Tata cara upacara Tigang Sasih
Di India dalam upacara ini,di sekitar pekarangan rumah dibuatkan bentuk segi empat yang di dalamnya disebarkan beras oleh sang ibu bayi tersebut,Di atas tebaran beras itu dibuatkan gambaran swastika.Dari tempat itulah sang bayi diajak melihat mentari pagi.Sebelum ditebari beras,persegi empat itu diolesi seluiruhnya dengan lumpur  tanah liat,lalu sang ayah menggendong bayinya dengan muka bayinya itu diarahkan ke matahari.Bayi itu dipakaikan pakaian yang layak serta indah kemudian diajak ke tempat pemujaan rumah itu(sanggar keluarga).Pemujaan di tempat itu diantar oleh pendeta serta diiringi oleh bunyi-bunyian musik,lalu sang pendeta mengucapkan mantra weda kehadapan tuhan dengan disaksikan oleh para dewa penjaga kedelapan penjuru angin serta dewa mataharidewa bulan dan dewa angkasa.Ayah sang bayi tidak berhenti-hentinya mengucapkan mantra Wisnu-dharmottar.Setelah upacara ini berakhir,sang bayi diberikan kepada pamannya dari pihak ibu yang terus memangkunya,serta diberikan hadiah-hadiah .
Lain halnya di Indonesia,upacara ini diadakan rumah tangga sendiri atau di rumah pendeta tidak di pura(tempat pemujaan umum).Upacara ini dianggap penting oleh umat Hindu karena hanya dilakukan sekali seumur hidup.
Upacara weton 
Upacara ini dilaksanakan setiap 6 bulan sekali,tidak lain tujuan dari upacara ini adalah memohon kepada tuhan yang maha esa untuk keselamatan bayi tersebut,tetapi bukan hanya bayi yang dimintai keselamatannya saja tetapi juga untuk semua hewan dan tumbuhan agar dapat subur dan panjang umurnya.


Perkawinan dalam agama Hindu
Pengertian perkawinan
Adalah merupakan ikatan batin antara pria dan wanita yang akan melaksungkan pernikahan.Pengertian ini juga tertera dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1979,pasal 1,yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan tuhan yang maha esa.
Perkawinan atau vivaha dalam agama Hindu mempunyai ari dan kedudukan yang khusus di dalam kehidupan manusia yaitu awal jenjang grhstha.Di dalam kitab Manava Dharmasastra bahwa pernikahan itu bersifat religius(sakral)dan wajib hukumnya,ini dianggap mulia karena bisa memberi peluang kepada anak untuk menebus dosa-dosa leluhurnya agar bisa menjelma atau menitis kembali ke dunia.[3]
Syarat-syarat perkawinan
Syarat perkawinan terdiri dari dua faktor,yaitu secara:
  • Batiniah,yaitu:
  1. pernikahan yang berdasarkan cinta sama cinta
  2. mempelai harus agama yang sama
  • lahiriah, yaitu:
  1. faktor usia
  2. bibit,bebet,bobot
  3. tidak terikat oleh suatu perkawinan dengan pihak lain[4]
di dalam masyarakat Hindu,khususnya di Bali, terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk perkawinan yang merupakan bentuk pejabaran dari bentuk perkawinan yang diungkapkan dalam Pustaka Manawa Dharmasastra, diantaranya: mempadik, ngerorod, nyentana, melegandang.[5]
Mempadik (meminang), bentuk ini adalah bentuk yan dianggap sebagai paling terhormat .Yang melakukan pinangan ini adalah berasal dari pihak laki-laki (purusa),yang datang memenuhi pihak perempuan(pradhana) dan telah mendapatkan persetujua dari kedua pihak.[6]
mempelai memadik memiliki tatanan sebagai berikut :
ü  Pedewasaan(mencari hari baik)
dari pihak keluarga laki-laki mulai memohon hari baik(dewasa),biasanya memohon kehadapan sulinggih atau  seorang yang sudah biasa memberikan dewasa(Nibakang Padewasaan).
ü  Penjemputan calon pengantin wanita
Pada saat penjemputan ke rumah calon pengantin wanita,dari pihak laki-laki harus diikuti oleh semua keluarga besarnya beserta unsur-unsur prajuru adat(kelihan adat).prajuru dinas(kelihan dinas).Demikian juga dari pihak calon pengantin wanita serta calon pengantinnya.
ü  Ngetok lawang
Sebelum pelaksanaanm ngetok lawang,sang calon pengantin pria mengucapkan beberapa pantun,yang akan bersambut-sambutan pantun oleh calon pengantin wanita.[7]
ü  Cara meleksanakan Yadya Sesa (sagehan)
Taruh sagehan tersebut di bawah,di atas sagehan diisi canang,ditancapkan sebuah dupa yang sudah mengandung api,dengan posisi menghadap ke jalan atau menghadap kedua calon pengantin,lalu mmemercikan tetabuhan dangan beraturan.Adanya tatanan upacara ini adalah mengandung nilai spiritual dan nilai etika dan menghasilkan dikaruniai anak yang sempurna.
ü  Upacara perkawinan.
Tata upacara ini memiliki dua tahapan,yaitu:
  1. 1.      Upacara mekala-mekala,yang berarti “menjadikan seperti kala”yaitu upacara yang dibuat agar identik dengan kekuatan kala(energy yang timbul),agar  kekuatan kala yang bersifat negative bias menjadi kala hita  atau berubah menjadi mutu kedewataan yang disebut”DAIWISAMPAD”
  2. Upacara pekala-kalaan
Ngerorod(merangkat)
Adalah suatu sistem  orangtua berdasarkan cinta sama cinta namun tidak mendapatkan persetujuan dari salah satu pihak orang tua atau kedua pihak orangtua mereka,tetapi mereka tetap ingin melakukan pernikahan,dengan jalan melarikan calon pengantin wanita ke calon pengantin pria.Sistem perkawinan ini tetap  dianggap sah,karena telah tertera sejak dahulu.[8]
Tata cara pelaksanaan perkawinan ngerorod ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
ü  Pengelukuan(pengandeg)
Setelah dilarikannya pengantin wanita ke rumah calon pengantin pria,maka dari pihak pria mengutus beberapa sanak keluarganya untuk dating ke rumah calon pengantin wanita sambil membawa lampu lenterang yang telah menyala,dengan tujuan untuk memberitahukan kepada pihak orangtua dan calon pengantin wanita,bahwa anak gadisnya tersebut telah menyatakan kawin dengan pria itu.Disaat itu pula sang utusan menunjukkan sehelai surat pernyataan dari si gadis menyatakan diri sudah kawin dengan seorang pria berdasarkan cinta sama cinta.
ü  Penetes
Yaitu prajuru banjar atau kepala lingkungan(kelihan dinas)bersama kelihan adat banjar datang ke rumah calon pengantin setelah ada laporan bhwa ada salah satu warga banjar akan melangsungkan perkawinan.
ü  Tata cara pelaksanaan
Terdapat tiga tatanan dalam pelaksanaan tata cara perkawinan ini yang tidak lain seperti tata cara memadik,yaitu melalui:
  1. Pelaksanaan upacara mekala-kalan
  2. Upacara mejaya-jaya
  3. Upacara pewarang atau mejauman
Berbicara tentang kelangsungan pelaksanaan upacara di atas,tergantung dari persetujuan pihak pengantin wanita
Nyentana(nyeburin)
Menurut arti bahasa indonesianya,mungkin sam dengan perkawinan”ambil anak” yaitu mengawini anak laki-laki untuk masuk menjadi anggota pihak keluarga wanita dan tinggal pula di sana.Nyentana dikenal pula dengan sebutan pekidih atau diminta,artinya si laki-laki tersebut diminta menjadu menantu dan meneruskan keturunan pihak wanita.
Perkawinan ini umumnya dilakukan karena si wanita merupakan anak semata wayang dan tidak mempunyai saudara pria.Seandaiya ia melakukan perkawinan secara biasa,maka ia keluar dari keluarganya,sehingga tidak ada lagi yang meneruskan ketueunan keluarga tersebut.[9]
Adalah perkawinan yang didasarkan atas cinta sama cinta antara kedua pihak.Berdasarkan hukum Hindu di Bali menganut system patrelinial,yaitu bahwa lak-laki adalah hukum kepurusan.
Tata cara pelaksanaan :
Mengenai tata cara pelaksanaan nyetana ini sama hal nya seperti tta cara membadik,jika membadik  calon pengantin pria yang meminag calon pengantin wanita,sedangkan pada nyentana ini caon pengantin pria yang di pinang oleh pengantin wanita serta pelaksanaan perkawinannya pun di laksanakan oleh keluarga pengantin wanita.[10]
 Bentuk-bentuk perkawinan 
Di dalam tatanan kehidipan agama Hindu,khususnya di Bali memiliki beberapa bentuk perkawinan  menurut petunjuk dari Manawa Dharmasastra Sloka 25-34,yang menyebutkan sebagai berikut:
Brahma Wiwaha
Mendapatkan calon istri yang berdsarkan cinta sama cinta,terlebih dahulu dihias.
Daiwa Wiwaha
Mendapatkan calon istri yang berdasarkan cinta sama cinta dan sebelum pelaksanaan pernikahannya dihias oleh pendeta.
Arsa Wiwaha
Seorang ayah yang mengawinkan anaknya,dengan menerima mas kawin dari calon pengantin pria berupa dua pasang lembu untuk memenuhi peraturan dharma.
Prajapati Wiwaha
Mendapatkan calon istri sete;lah mendapatkan restu dari orangtua pihak wanita berupa ucapan mantra yang berisi doa restu sebagai berikut :”semoga kamu berdua melaksanakan kewajiban-kewajiban bersama-sama”.
Setelah itu  pengantin wanita  memberikan penghormatan kepada calon suaminya.
Asura Wiwaha
Jika pengantin pria menerima  seorang perempuan berdasarkan cinta sama cinta,setelah memberikan mas kawin kepada pengantin wanita berdasarkan kemampuan serta di dorong oleh keinginan sendiri.
Gandarwa Wiwaha
Pertemuan   antara laki-laki dan wanita dan timbul nafsunya untuk melakukan hubungan suami istri tanpa adanya ikatan pernikahan
Raksasa Wiwaha
Melarikan seorang gadis secara paksa dari rumahnya,sanpai menangis.berteriak-teriak disertai dengah membunuh keluarga dan merusak rumah gadis tersebut
Paisaca Wiwaha
jika laki-laki mencuri-curi,memperkosa wanita yang sedang tidur,sedang mabuk atu bingun
Dengan nemikian bentuk perawinan yang masih dilaksanakan oleh umat Hindu khususnya di Bali adalah dari bentuk perkawinan Brahma Wiwaha sampai Prajapati Wiwaha.Pustaka Manawa Dharmasastra 39,menyebutkan sebagai berikut :

BRAHMADISU WIWAHESU
            CATURSWEWANUPURWACAH,
BRAHMWARCASWINAH
            JAYANTE CISTASAMMATAH.
Maksudnya :
Dari sudut macam perkawinan yang diiuraikan  berturut-turut di mulai dari cara Brahma Wiwaha sampai Prajapati Wiwaha akan lahir putra yang gemilang di dalam pengetahuan weda dan dimuliakan oleh orang-orang budiman.

 DAFTAR PUSTAKA

Sudarsana, Putu. Ajaran Agama Hindu. Denpasar : Mandara Saatra, 2002
Sudharta, Tjok Rai. Manusia Hindu. Denpasar : Yayasan Dharma Naradha, 1993.
I nyoman Arhtayasa,dkk. Surabaya : Paramitha, 1998











 Tjok Rai Sudharta, Manusia hindu (Denpasar:Yayasan Dharma Naradha, 1993), h. 10-11
Sudharta, Manusia hindu, h. 17-18
I nyoman Arthayasa, Perkawinan Agama Hindu (Surabaya:PARAMITA,1998), hal. 1-3
Arthayasa, Perkawinan Agama Hindu, h. 11-12
Sudharta, Manusia hindu, h. 73
Sudharta, Manusia hindu, h. 118
Putu Sudarsana, Ajaran Agama Hindu(Denpasar: Mandara Sastra, 2002), h. 12-25
Sudarsana, Ajaran Agama Hindu, h. 73
Sudharta, Manusia hindu, h. 135
Sudarsana, Ajaran Agama Hindu, h. 76



[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar